Saya sangat yakin tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak pernah di-complain ataupun meng-complain. Apakah dia orang biasa, pejabat, ulama, pengusaha apa lagi pegawai yang menerima bayaran di akhir bulan. Sang suami biasa dicomplain istri karena gaji kurang sementara biaya hidup mahal, sementara sang suami complain ke boss-nya kenapa gaji gak naek dan si boss juga complain ke pemerintah kenapa situasi perekonomian tidak kondusif sehingga usaha tidak berkembang.
Selalu saja ada alasan untuk complain dan itu tergantung banyak hal termasuk situasi dan kondisi serta orang per orang. Dalam dunia bekerjapun complain sudah seperti jadwal minum obat. Dimulai dari boss complain tentang project yang belum beres, rekan sekerja complain karena project kita nambahin kerjaan mereka, anak buah complain karena gak dapet Over Time, Customer complain karena produk mereka defect dan lain sebagainya.
Dan biasanya, kalau sudah kena complain, sebagai manusia biasa kita mulai terbawa emosi untuk juga melakukan complain, akhirnya terjadi saling complain…halah..jadi tambah panjang. Kalau ditempat kerja ada beberapa complain yang menjadi top list dan ini diantaranya akan kita bahas satu persatu.
Customer complain: Quality!
Kriiiing…..Kriiing…telpon berbunyi (ini telpon jadul amat yah)…kalo nada panggil agak panjang artinya telpon dari luar nih..harus segera diangkat.
Customer : Hello, may I speak to Mulia please.. Suara di seberang sana menyapa.
Mulia : Speaking… Saya menjawab
Customer : Hi Mulia, how are you?..Lim here a (dengan logat Singaporean yang sangat kental)… We received a complained from our end customer on your package. We need you to provide the initial investigation report within 24 hours as usual.
Mulia :…..gdubrak jatuh dari kursi…hu..hu..ada komplain lagi..☹
Hari-hari bekerja dengan banyak macam dan ragam orang dari berbagai belahan dunia ada positif dan ada negatifnya. Terkadang kita memperoleh tambahan informasi tentang budaya, cara pandang, ritme kerja maupun cara mereka mengatasi stress dalam bekerja. Kebanyakan, kalau berurusan dengan orang Asia, cukup memusingkan terutama bila berhubungan dengan adanya complain.
Mungkin ini ada hubungannya dengan trust atau rasa percaya yang mungkin harus dibangun sedini mungkin sewaktu pertama kali kita berkenalan. Kebanyakan orang Asia tidak mudah percaya tentang sesuatu penjelasan walaupun data dan informasi sudah cukup diberikan. Selalu ada saja yang ditanyakan yang terkadang kurang relevan hanya untuk memastikan dia sudah meng-cover area tersebut dan bosnya tidak akan memarahinya.
Bila dibandingkan dengan orang Eropa, kebanyakan dari mereka akan berhenti bertanya bila secara logika bisa dijelaskan dan secara data sudah cukup mendukung.
Usut punya usut, ternyata kita sesama Asia memang sering juga saling menelikung, entah kapan dimulai sehingga ini juga mencerminkan budaya dalam bekerja. Demi untuk alasan apapun itu kita mencoba menyembunyikan masalah tapi dengan cara yang kurang cerdas.
Kenapa saya bilang begitu? Lihat saja contoh di TV jika ada pejabat yang tertangkap tangan oleh KPK sedang menerima suap. Alasannya cenderung lucu dan tidak cerdas. Ada yang bilang uang muka pembangunan gedung lah, tetapi uang ditemukan di tempat sampah. Ada yang bilang dana pinjaman, sementara duit ada di kardus. Masak sih orang minjemin duit dibawa cash, kurang kerjaan amat, sementara kalo ke bank tinggal isi formulir dan selesai tuh duit beralih ke rekening.
Kembali ke masalah complain, yang namanya pekerjaan selalu ada saja yang di complain dan beruntungnya di Industri semiconductor, barang yang dibuat dalam sehari bisa mencapai jutaan unit. Bayangkan saja jika ada unit yang tidak bekerja sebagaimana mestinya alias reject?
Kalau menggunakan standar six sigma seperti perusahaan besar Motorola, GE, Ford dll, rejectnya hanya 4ppm (part per million) atinya setiap 1 juta unit, maksimum hanya ada 4 unit defect. Nah kalo sehari berproduksi 3.5 juta.sehingga sebulan ada 105 juta unit terkirim. Artinya bisa dihitung sendiri berapa probabilitas defectnya. Itu kalo six sigma ! Sementara kebanyakan perusahaan ada di four sigma alias kemungkinan defect akan lebih banyak lagi. Kita hanya bisa berdoa supaya test di Customer menangkap semua defect dan tidak ada yang kelolosan ke Customer berikutnya.. Aamiin.
Yang bikin lebih berduka adalah meneruskan complain pelanggan di internal perusahaan. Sebagaimana sifat alami manusia, tidak ada yang mau disalahkan dan dimulailah jurus it is not my problem. Di dalam organisasi apakah itu BUMN, Pegawai Negri ataupun swasta, kalau ada kesalahan, saling tunjuk antara departemen maupun perorangan adalah hal yang sangat lumrah sama lumrahnya dengan orang sarapan pagi pake nasi pecel.
Hal ini benar-benar menguras waktu dan tenaga. Bagaimanapun complain harus dijawab dengan semestinya dan tentunya dimulailah meeting demi meeting. Setelah melalui meeting panjang yang didukung oleh bukti kuat serta argumentasi layaknya pengacara kondang pembela para koruptor untuk membuktikan apa penyebab defect, barulah aktifitas mencari mekanisme penyebab defect dimulai. Eits…tunggu dulu, ternyata masih ada perdebatan lagi. Apakah defect karena mesin, proses atau orang? Karena yang akan membuat laporan harus jelas dulu dari department mana.. and, this is another saga!!.
Akhirnya sampai juga kita pada tersangka dan tertuduh department mana yang bertanggung jawab untuk membuat laporan serta investigasi menyeluruh, bahasa kerennya sebagai Team Champion. Pergulatan untuk mencari mengapa bisa terjadi defect harus benar-benar dianalisa dan ditanyakan dengan metoda 5-Why investigation alias nanya terus sampe 5 kali. Kebayang khan kalau anak Anda nanya sampe 5 kali dari setiap penjelasan yang Anda berikan, lumayan sebel dan kheki juga, apa lagi kalo urusan dengan defect. Fuih..perjuangan panjang akhirnya menghasilkan juga..penyebab defect ditemukan..hore!! Namun sayangnya ternyata perjuangan belum berakhir, kita harus mencari kenapa defect tersebut bisa kelolosan sampai ke Customer dan another 5-Why investigation harus dilakukan. Dan 5-Why investigation terakhir yang harus ditanyakan adalah mengapa secara system masih ada kesalahan.
Memang ini merupakan pekerjaan yang melelahkan, tidak heran orang lebih senang berkelit daripada melakukannya. Namun inilah tantangan sejati bagi para engineer/staff untuk menimba ilmu, meluaskan wawasan karena hal ini bagian dari pembelajaran. Kita terkadang belajar dari keberhasilan namun tidak kurang sering kita harus belajar dari kesalahan atau kegagalan baik dari diri kita sendiri maupun orang lain. Kapan lagi belajar sambil digaji?
Customer complain: Cycle time and Delivery!
Dear Planner,
Pls see below list of material that must be ship out within today without fail. This material has been recommitted twice and we could not afford any further delay.
Your support is highly appreciated.
Regards,
Customer
Itulah sepenggal e-mail pendek dari pelanggan yang frustrasi dengan kinerja perusahaan karena tidak bisa mengirimkan material yang diproduksi tepat waktu. Ngomong-ngomong, cycle time artinya waktu yang dibutuhkan dari material mulai diproses sampai menjadi bentuk yang diinginkan dan siap dikirim (deliver). Tentunya ada banyak hal mengapa barang yang dijanjikan tidak terkirim tepat waktu, diantaranya adalah material itu cacat, kemudian bisa jadi mesin yang dipakai lagi ngadat, tidak ada orang yang mengerjakan atau segudang masalah di area produksi.
Cara cepat dan mudah untuk mengatasi satu pelanggan yang marah adalah langsung menjanjikan produksi berikutnya akan lancar. Lalu bagaimana caranya? Mudah saja, fokus saja pada pelanggan yang sedang marah tersebut dan memonitor jalannya produksi dengan ketat. Lalu mengapa bisa terjadi keterlambatan bila jawaban sesimple itu? Nah ini dia masalah sebenarnya. Pelanggan sangat banyak dan permintaan juga beragam sehingga terkadang pengambil kebijakan harus mengorbankan satu pelanggan untuk mengutamakan pelanggan yang lain. Bisa ditebak, akan ada e-mail berbeda dari pelanggan lain dengan nada serupa tapi tak sama, never ending story.
Permasalahan akan menjadi semakin serius ketika pada laporan quartalan, kinerja perusahaan dinilai berdasarkan cycle time dan delivery. Rapor bisa merah, pelanggan jadi marah management dibuat gerah dan akhirnya pelanggan bisa saja hengkang ke perusahaan pesaing. Sudah bisa ditebak, pemasukan berkurang dan ini bisa saja membuat managemen tambah naik pitam.
Perginya pelanggan adalah tamparan hebat bagi perusahaan terutama top managemen dan hal ini akan diperparah lagi bila informasi tersebut masuk ke telinga pelanggan lain, terutama yang mengalami nasib serupa. Untuk mengantisipasi hengkangnya pelanggan dibentuklah team khusus yang kalau di DPR namanya pansus alias panitia khusus, kalau diperusahaan namanya task force. Task force ini harus lintas department bukan hanya produksi. Di dalam task force team harus ada perwakilan dari Quality, Equipment, Process, Production Control, Purchasing dan Produksi.
Langkah pertama dilakukaklah pareto analisis alias analisa prioritas, diawali dari jenis produk yang berkontribusi terbesar terhadap keterlambatan. Dilanjutkan dengan mapping atau memetakan setiap prosess porduksi dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Dari data tersebut kemudian dianalisa dan dibandingkan dengan target dari pelanggan. Fokus pada satu atau beberapa proses bermasalah dan melihat secara menyeluruh keterkaitan antar faktor merupakan langkah berikutnya. Pendekatan tersebut biasa dinamakan sebagai
4M+1E
Man = orang, Machine = mesin, Method = metoda, Material = bahan dan Environment = lingkungan kerja.
Dengan pendekatan sistematis ini, akan terlihat seberapa besar kontibusi tiap aspek sehingga kita dengan jelas dapat menguraikan permasalahannya. Orang bijak bilang, mengetahui permasalahan adalah 50% dari solusi. Dan seperti penyakit yang sudah terdiagnosa dengan baik oleh dokter spesialis, sebagian besar penyakit sudah tersedia obatnya, tinggal memilih seberapa cepat kita ingin sembuh dan menikmati pahitnya obat demi kesembuhan.
Begitu pula dengan Cycle time and delivery, tidak beda! Jika penyakitnya lebih kepada machine uptime, pastikan kondisi mesin prima dan minimum 81% waktu tersedia dalam keadaan berproduksi. Jika masalahnya material/bahan bermutu rendah, penyelesaian dengan melakukan kualifikasi bahan alternatif ataupun supplier berbeda bisa dilakukan dan tentunya meminta pebaikan dari supplier yang sekarang.
Begitu pula bila operator dan teknisi kurang paham cara menjalankan mesin atau proses, bisa dilakukan training ulang dan peningkatan kemampuan baik pengetahuan maupun keahlian. Bagaimana dengan lingkungan kerja? Bisa saja tata letak mesin kurang optimal, atau perpindahan dari proses satu ke lainnya terhambat, atau bisa jadi kurangnya tempat untuk saat material menunggu proses produksi.
Lakukan perbaikan di area tersebut. Tidak berbeda perlakuan jika methode kurang sempurna, apakah urut-urutan melakukan proses bisa diperbaiki dan diseragamkan, apakah parameter harus dioptimisasi, alat yang dipakai lebih mudah untuk digumakan? Dan masih banyak lagi lainnya.
Intinya adalah, lakukan dengan mengutamakan kerja sama team, saling membantu dalam bekerja dan utamakan menganalisa berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan atau lini produski. Jangan pernah berasumsi apalagi memutuskan terlalu dini tanpa kesepakatan bersama.
Selamat menikmati complain, karena itu menunjukkan hasil kerja kita dan memberi ruang kepada kita untuk menjadi lebih baik.
0tanggapan atas "Complain, Antara Musibah dan Berkah Tersembunyi"